Teknik Kateterisasi Uretra Pada Pria
Teknik pemasangan kateter uretra dapat membuat operator kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien, terutama bila operator masih belum berpengalaman. Oleh sebab itu, penggunaan alat pelindung diri (APD) harus diperhatikan sebelum melakukan prosedur, misalnya menggunakan sarung tangan mulai dari mempersiapkan pasien dan peralatan yang akan digunakan, pelindung wajah atau mata, hingga gaun.
Hal ini dilakukan bukan hanya untuk melindungi operator, tetapi juga untuk mengurangi risiko infeksi pada pasien.[1,5]
Persiapan Pasien
Pasien dijelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan, keuntungan dan risiko prosedur, komplikasi, hingga kemungkinan tindakan lain yang mungkin dilakukan. Apabila pasien setuju untuk dilakukan tindakan, sebaiknya pasien diminta untuk menandatangani informed consent. Kemudian pasien diminta untuk membuka pakaian bagian bawah, lalu tidur dengan posisi menghadap ke atas, dan kedua lutut ditekuk (frog leg position).[1,4]
Peralatan
Persiapan alat dan bahan dimulai dengan menentukan jenis dan ukuran kateter yang akan dipakai. Ukuran kateter ditandai menggunakan satuan French (Fr) dengan perbandingan 1 Fr adalah sebesar ⅓ mm. Ukuran kateter bervariasi, mulai dari 12 Fr atau sekitar 4 mm, hingga 48 Fr atau sekitar 16 mm. Biasanya, kateter terkecil yang sesuai dengan pasien adalah kateter yang dipilih.
Bahan dasar kateter yang dapat digunakan yaitu bahan polyvinylchloride (PVC), lateks, silikon, silver alloy, atau yang sudah dilapisi dengan antibiotik (antibiotic-impregnated). Bahan kateter lateks tidak rutin dipakai, karena berisiko menyebabkan alergi. Kateter berbahan silikon berhubungan dengan tingkat kolonisasi bakteri yang rendah, sehingga merupakan jenis yang sering digunakan.
Bentuk pada ujung kateter uretra (tip) juga bermacam-macam, seperti straight tip, Coude tip dengan ujung lebih kaku dan keras untuk mengatasi obstruksi uretra yang tidak bisa ditembus oleh kateter biasa, dan 3 way.[1,3]
Kateterisasi uretra dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pasien, sehingga diperlukan anestesi topikal, seperti lidokain gel 2% steril. Gel anestesi dapat dimasukan ke dalam saluran kemih menggunakan spuit 5–10 mL berbahan plastik, atau dengan aplikator berujung tumpul. Pada beberapa produksi pabrik, lidokain gel sudah berada di dalam aplikator. Secara umum, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam set pemasangan kateter yaitu:
- Peralatan untuk persiapan pemasangan, seperti larutan povidone iodine dan anestetik gel lubrikan
- Peralatan steril, seperti kapas, duk, dan sarung tangan
- Kateter uretra
- Spuit yang sudah diisi larutan salin
- Kantung urin yang sudah terhubung dengan kateter[1]
Jenis dan ukuran kateter yang umum digunakan pada pasien dewasa, antara lain:
- Secara umum, paling sering dipakai kateter Foley straight tip ukuran 16–18 F
- Untuk obstruksi pada prostat, dapat digunakan Coude tip ukuran 18 F
- Untuk gross hematuria, dapat digunakan kateter Foley ukuran 20–24 F atau kateter irigasi 3 way ukuran 20–30 F
Jenis dan ukuran kateter yang umum digunakan pada pasien anak, antara lain:
- Kateter Foley dengan ukuran sesuai usia, dengan cara menghitung berupa usia anak dibagi 2, lalu ditambah 8
- Feeding tube ukuran 5F dengan isolasi perekat dapat digunakan untuk bayi usia dibawah 6 bulan
Jenis-jenis Kateter Uretra
Jenis kateter urin yang umum digunakan adalah kateter Foley, yang juga disebut sebagai kateter uretral indwelling. Secara keseluruhan, terdapat 3 macam tipe kateter, yaitu kateter indwelling, kateter kondom, dan kateter intermiten.
Kateter Indwelling:
Kateter indwelling, atau lebih dikenal dengan sebutan kateter Foley, merupakan kateter yang dapat dipasang ke dalam kandung kemih, dan dapat digunakan untuk jangka waktu singkat hingga jangka panjang.
Kateter indwelling akan dihubungkan dengan kantung urin yang memiliki katup agar dapat dibuka jika kantung sudah penuh dan urin perlu dikeluarkan. Beberapa kantung dibuat untuk dapat dipasang di bagian pinggang atau paha pasien, sehingga dapat dibawa saat beraktivitas. Pemasangan kateter ini dapat melalui 2 cara, antara lain:
- Kateter dimasukan ke dalam uretra, yaitu saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan lingkungan luar tubuh sebagai jalur keluarnya urin
- Beberapa kasus membuat pemasangan kateter dilakukan dengan melubangi perut bawah pasien sebagai akses memasukan kateter ke dalam kandung kemih
Kateter indwelling memiliki balon kecil yang dapat dikembangkan di bagian ujungnya, yang berguna untuk menjaga kateter supaya tidak lepas. Apabila kateter akan dilepaskan, maka balon ini harus dikempiskan terlebih dahulu.
Terdapat beberapa variasi dan ukuran dari balon kateter, bahkan ada juga varian kateter tanpa balon. Sebelum pemasangan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan apakah balon dapat mengembang dengan baik, tidak bocor, dan seberapa banyak volume air yang dibutuhkan untuk mengembangkan balon. Volume maksimal yang direkomendasikan untuk balon pada kateter dapat dilihat pada katup pengembang, biasanya sekitar 10–30 mL.[1–3,5]
Kateter indwelling dapat digunakan selama 1–12 minggu, dan sering digunakan pada kasus retensi urin. Namun, insidensi penggunaan kateter jenis ini memiliki insidensi catheter-associated urinary tract infection (CAUTI) yang lebih tinggi dibandingkan metode kateterisasi lainnya. Selain itu, pada pasien demensia atau delirium terdapat risiko pasien menarik kateter keluar.[3]
Kateter Kondom:
Kateter kondom dikenal juga sebagai kateter eksternal atau urodome, karena menggantung pada genitalia eksternal. Tidak ada tabung kateter yang dimasukan ke dalam penis, melainkan berbentuk seperti kondom yang hanya membungkus bagian luar batang penis. Selang penghubung berada di ujung kondom untuk disambungkan ke kantong urin. Kateter jenis ini harus diganti setiap hari.
Dibanding kateter indwelling, penggunaan kateter jenis ini memiliki insidensi bakteriuria, infeksi saluran kemih, dan kematian yang lebih rendah. Kateter kondom biasanya diberikan pada pasien pria dengan inkontinensia urin, serta pada pasien dengan demensia dan delirium.[1,3,5]
Kateter Intermiten:
Kateter intermiten digunakan apabila kateter hanya diperlukan sesekali saja, atau jika pasien tidak ingin menggunakan kantung urin. Kateter akan dimasukan hingga ke kandung kemih untuk irigasi urin, dan kemudian dilepas kembali. Hal ini dapat dilakukan sekali atau beberapa kali sehari. Frekuensinya tergantung pada kebutuhan pasien atau seberapa banyak urin harus dikeluarkan dari kandung kemih.
Efikasi kateter intermiten sebagai tata laksana infeksi saluran kemih lebih rendah daripada kateter indwelling. Namun, memiliki insidensi CAUTI yang juga lebih rendah. Pada insersi berulang kateter intermiten, terdapat risiko terjadinya trauma uretra.[1,3,5]
Prosedural
Setelah pasien siap, dan alat serta bahan sudah tersedia, maka dapat dilakukan pemasangan kateter dengan prosedur berikut:
- Buka selang kateter dari bungkus, dan letakan di area steril diantara kedua kaki pasien
- Siapkan cairan povidone iodine, dengan kapas steril. Buka aplikator lubrikan lidokain 2% dan letakan di area steril
- Cuci kedua tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir, lalu kenakan sarung tangan steril
- Pegang penis pasien dengan tangan nondominan dan jika terdapat preputium, tarik ke arah belakang. Tangan yang menarik preputium adalah tangan nonsteril, yang akan memegang penis selama prosedur berlangsung
- Dengan menggunakan forceps steril, lakukan asepsis dan antisepsis menggunakan paling sedikit 3 kapas steril berbeda yang sudah diberikan povidone iodine dengan gerakan memutar ke arah luar mulai dari uretra, glans penis, batang penis dan kulit sekitarnya. Pasang duk steril yang sudah disiapkan
- Dengan menggunakan spuit 5–10 mL tanpa jarum, atau aplikator yang sudah berisi Lidokain gel 2%, masukan gel ke dalam uretra dengan tangan nonsteril menahan posisi penis. Segera tutup lubang uretra dengan menggunakan ujung jari untuk menahan keluarnya gel. Tunggu selama 2-3 menit sebelum pemasangan kateter dilakukan
- Pegang kateter dengan tangan steril, lalu berikan lubrikan nonanestetik, yang biasa disediakan di set kateter, di sepanjang selang kateter. Perhatikan lubrikan yang diberikan jangan sampai menutupi ujung distal dari selang kateter, karena akan menyumbat kateter
- Posisikan batang penis 90 derajat ke arah kepala pasien, dan sedikit ditarik ke arah atas untuk menjaga saluran uretra berada pada posisi lurus. Secara perlahan, masukan selang kateter ke dalam lubang uretra. Masukan selang uretra hingga mencapai bagian ujung kateter atau bentuk Y
- Tunggu sejenak untuk melihat apakah urin dapat mengalir dari selang kateter, untuk memastikan posisi ujung kateter sudah masuk ke dalam kandung kemih. Apabila urin tidak keluar secara spontan, gunakan spuit 60 mL untuk mencoba menyedot urin melalui selang kateter. Apabila urin masih tidak keluar, lepaskan kateter dan ulangi kembali prosedur pemasangan setelah dipastikan keberadaan urin di kandung kemih dengan ultrasound
- Ketika urin sudah terlihat mengalir keluar dari ujung selang kateter, hubungkan dengan selang yang terhubung ke kantong urin.
- Kembangkan balon ujung kateter dengan menyuntikkan 5–10 mL larutan normal saline/ NaCl 0,9% melalui katup pengembang yang berada di ujung kateter. Pengembangan balon kateter pada posisi masih berada di saluran uretra akan menyebabkan nyeri hebat, perdarahan (gross hematuria), hingga robekan uretra
- Secara perlahan, tarik selang kateter ke arah luar hingga terasa adanya tahanan. Posisikan kateter ke paha pasien lalu fiksasi dengan menggunakan isolasi. Apabila pasien belum disirkumsisi, posisikan kembali preputium ke posisi awal, dan perhatikan apakah terjadi kesulitan untuk menghindari terjadinya parafimosis
- Bereskan kembali alat dan bahan yang sudah digunakan, cuci tangan kembali dengan sabun dan air mengalir
- Dokumentasikan atau catat ukuran kateter yang digunakan, volume air yang diinjeksikan ke dalam balon kateter, respon pasien selama pemasangan dilakukan, hingga pemeriksaan awal terhadap urin yang keluar[1,4,5]
Perlu diingat, pada pemasangan kateter Coude yang memiliki ujung lebih keras dan agak membengkok, posisikan ujung kateter menghadap ke anterior agar area bola kecil yang berada di ujung kateter dapat melewati area diafragma urogenital. Ujung kateter ini dapat terjebak di lekukan posterior antara uretra dengan diafragma urogenital. Hal ini dapat diatasi dengan bantuan penekanan ke arah atas di area perineum ketika dilakukan pemasangan selang kateter.[1]
Pelepasan Kateter
Jika kateter akan diganti dengan yang baru atau perlu dilepas, maka balon yang dikembangkan dapat dikempiskan kembali dengan menggunakan spuit, lalu tarik selang kateter dengan perlahan.
Apabila timbul rasa nyeri, rasa tidak nyaman yang cukup hebat, tahanan saat penarikan selang, hingga kegagalan aspirasi kembali larutan salin menjadi tanda bahwa balon gagal dikempiskan. Kondisi ini dapat terjadi bila ada sumbatan di saluran pengembang, yang disebabkan oleh rusaknya katup atau pembekuan/kristalisasi dari cairan pengembang. Hal yang dapat dilakukan apabila kondisi ini terjadi yaitu :
- Pastikan posisi balon kateter tetap berada di dalam kandung kemih dengan menggunakan USG, lalu coba kempiskan kembali dengan menggunakan spuit
- Bila tidak berhasil, potong bagian proksimal saluran pengembang di ujung kateter, untuk membuka area katup sehingga air bisa keluar secara spontan
- Bila tidak berhasil lagi, masukan kawat/wire yang sudah dilapisi lubrikan melalui saluran pengembang untuk membuka saluran agar air dapat mengalir
- Jika masih gagal, kateter vena sentral berukuran 22 G dapat dimasukan ke dalam saluran pengembang, dipandu wire yang masih terpasang. Jika ujung kateter berhasil masuk ke dalam balon, maka air akan mengalir keluar
- Apabila tetap tidak berhasil, lakukan injeksi minyak mineral 10 mL melalui area katup pengembang untuk memecahkan balon dalam 15 menit. Bila tidak terjadi kemajuan, maka dapat ditambahkan 10 mL minyak kembali
- Apabila semua hal yang dilakukan di atas tidak berhasil, lakukan konsul ke spesialis urologi untuk dapat memecahkan balon dengan instrumen yang lebih tajam[1]
Bukti Klinis untuk Pelepasan Kateter Indwelling:
Sebuah tinjauan sistematis dari Cochrane pada tahun 2021 menemukan bahwa pelepasan kateter indwelling pada malam hari, dibanding pagi hari, dapat menurunkan angka kebutuhan kateterisasi ulang. Selain itu, pelepasan kateter setelah durasi pemakaian yang lebih singkat dapat menurunkan risiko terjadinya catheter-associated urinary tract infection (CAUTI) yang simtomatis dan disuria. Namun, pelepasan kateter yang terlalu cepat dapat menyebabkan dibutuhkannya kateterisasi ulang.[8]
Follow Up
Setelah dilakukan pemasangan kateter, perlu dilakukan monitoring lebih lanjut pada pasien, untuk melihat apakah terjadi kendala pada kateter yang terpasang, seperti urin bocor dari selang kateter. Beberapa hal dapat menyebabkan urin mengalami kebocoran di sekitar kateter, antara lain kateter tersumbat karena tertekuk, ukuran kateter terlalu kecil, spasme kandung kemih, konstipasi, kesalahan ukuran dalam pengembangan balon kateter, dan infeksi saluran kemih.[2]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra