Pendahuluan Pemeriksaan Sistem Sensorik
Pemeriksaan sistem sensorik merupakan salah satu pemeriksaan neurologis yang dilakukan untuk menentukan lokasi atau letak kelainan lesi pada kelainan sistem saraf secara spesifik, seperti stroke, spinal cord injury, dan penyakit neurologis lainnya. Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik.[1]
Berbeda dengan gangguan motorik atau atrofi otot yang dapat diukur melalui pemeriksaan sistem motorik, gangguan sensoris tidak dapat terlihat secara langsung karena hanya berupa keluhan subjektif pasien, misalnya perasaan kesemutan atau baal (parestesia), kebas atau mati rasa, kurang sensitif (hipoestesia) atau sangat sensitif (hiperestesia). Pemeriksaan sensorik menjadi pemeriksaan neurologis yang paling sulit dilakukan karena sifatnya sangat subjektif.[2]
Secara garis besar, pemeriksaan sensorik terdiri dari pemeriksaan sensorik tajam dan halus pada seluruh regio dermatom, pemeriksaan terhadap nyeri, suhu, getaran, dan propriosepsi. Pemeriksaan ini seringkali tumpang tindih dengan pemeriksaan saraf kranialis V pada saat melakukan pemeriksaan sensorik di wajah.[1-3,10,11]
Pemeriksaan sistem sensorik memerlukan atensi penuh pasien sehingga hanya dapat dikerjakan pada pasien yang sadar penuh. Pasien tidak boleh dalam kondisi lelah karena akan muncul gangguan perhatian serta perlambatan waktu reaksi.[10-12]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja