Pendahuluan NIPT (Noninvasive Prenatal Testing)
NIPT atau noninvasive prenatal testing adalah pemeriksaan materi genetik noninvasif yang digunakan untuk skrining sindrom Down, sindrom Edwards, sindrom Patau, dan berbagai kelainan genetik lain. Tes ini dikenal juga sebagai cell-free DNA testing atau noninvasive prenatal screening yang disingkat sebagai NIPS. Tes ini dapat dilakukan sejak usia kehamilan 10–14 minggu.
Sejumlah studi telah memvalidasi indikasi NIPT sebagai alat skrining untuk sejumlah aneuploidi janin. Aneuploidi yang paling sering ditemukan adalah trisomi 21 (sindrom Down), trisomi 18 (sindrom Edwards), dan trisomi 13 (sindrom Patau). Namun, kelainan kromosom seks seperti sindrom Turner juga dapat dideteksi.[1-3]
Teknik NIPT adalah analisis fragmen DNA yang bersirkulasi dalam darah ibu. Fragmen ini tidak berlokasi dalam nukleus sel tetapi berlokasi dalam plasma, sehingga disebut sebagai cell-free DNA (cfDNA). Fragmen ini mungkin berasal dari DNA ibu maupun dari DNA plasenta. DNA plasenta umumnya bersifat identik dengan DNA fetus, sehingga NIPT dapat menskrining kelainan genetik fetus.[1-3]
NIPT dapat mulai dilakukan pada trimester pertama kehamilan (usia kehamilan 10–14 minggu). Akan tetapi, tidak semua ibu hamil harus menjalani NIPT. Skrining akan direkomendasikan jika ada dugaan kelainan kongenital janin berdasarkan hasil USG atau jika ibu hamil berisiko tinggi.[4,5]
Umumnya, NIPT tidak menimbulkan komplikasi karena bersifat noninvasif. Akan tetapi, dokter tetap perlu memberikan konseling kepada pasangan orang tua agar keduanya dapat menerima dengan baik segala informasi tentang prosedur tes, hasil tes, rencana tata laksana, ataupun terminasi kehamilan. Pasangan perlu mendapat informasi bahwa NIPT adalah tes skrining dan bukan tes diagnostik.[6,7]