Teknik Bronkoskopi
Teknik dalam melakukan bronkoskopi secara garis besar dengan memasukkan bronkoskop ke dalam rongga hidung atau mulut agar dapat masuk ke dalam saluran napas. Secara umum terdapat dua jenis bronkoskopi yang sering digunakan di praktik, yaitu bronkoskopi rigid dan fleksibel. Bronkoskopi dapat digunakan sebagai prosedur diagnostik maupun terapeutik sesuai indikasi pada pasien.[1]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien perlu menjadi perhatian sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan. Persiapan yang perlu diperhatikan mencakup informed consent, kondisi fisik pasien, kondisi khusus pasien, dan potensi kontraindikasi.[1]
Informed Consent
Informed consent harus diperoleh dari pasien sendiri atau pihak lain yang memiliki kewenangan sesuai aturan hukum yang berlaku. Penjelasan sebaiknya dilakukan secara dua arah dan selalu pastikan pasien paham mengenai manfaat dan risiko dari tindakan bronkoskopi sebelum menandatangani berkas.
Dokter perlu memberikan informasi mengenai kondisi pasien yang menyebabkan perlunya dilakukan bronkoskopi, tujuan tindakan, serta hasil yang diharapkan setelah tindakan dijalani.
Informasikan kepada pasien bahwa selama tindakan bronkoskopi berlangsung, kemungkinan besar pasien berada dalam keadaan tidak sadar dan karenanya diperlukan tindakan anestesi umum terlebih dahulu. Sampaikan kepada pasien mengenai risiko tindakan dan potensi komplikasi yang akan terjadi, baik terkait tindakan bronkoskopi ataupun tindakan anestesi.[1]
Persiapan Sebelum Tindakan
Pasien harus berpuasa selama 6 sampai 8 jam sebelum tindakan dilakukan. Pemantauan hemodinamik, oksimetri, denyut nadi, dan akses intravena harus diperiksa ulang sebelum memulai tindakan. Daftar obat yang diberikan kepada pasien, riwayat alergi, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang haruslah diketahui oleh anggota tim yang merawat pasien.[1,5]
Peralatan
Komponen peralatan dalam tindakan bronkoskopi bergantung pada teknik yang dilakukan, indikasi tindakan, dan desain pabrikan. Meski begitu, setiap tindakan bronkoskopi akan memerlukan bronkoskop, prosesor pencitraan dengan sumber cahaya, monitor video, anestesi, dan alat perlindungan diri untuk tenaga kesehatan.
Bronkoskopi Rigid
Bronkoskopi rigid membutuhkan alat yang sederhana namun serbaguna karena pada prinsipnya bronkoskopi rigid mengakses saluran udara utama. Komponen peralatan utama pada bronkoskopi rigid yaitu pipa bronkoskop yang berupa tabung logam berongga dengan ujung yang miring, scope bercabang yang memungkinkan jalur untuk ventilasi dan peralatan tambahan lain, teleskop, serta lensa atau kamera. Peralatan tambahan lain seperti forsep, dilator, kateter, peralatan debulking, atau stent yang kompatibel dengan desain pabrikan bronkoskop dapat digunakan sesuai indikasi.
Bronkoskopi rigid memiliki berbagai ukuran panjang dan diameter yang dipilih dengan menyesuaikan kondisi anatomis pasien. Variasi panjang berkisar antara 33 cm hingga 43 cm sementara diameter berkisar antara 3 mm hingga 18 mm.[6]
Bronkoskopi Fleksibel
Bronkoskopi fleksibel terdiri dari serat optik, kamera, dan saluran yang terkoneksi dengan sumber cahaya dan prosesor gambar sehingga dapat menampilkan visualisasi yang ditransmisikan pada monitor. Bronkoskop dapat diarahkan untuk melihat saluran udara dengan menggunakan tuas di ujung proksimal. Bronkoskop fleksibel tersedia dalam berbagai ukuran dan diameter yang bervariasi.
Peralatan diagnostik standar pada bronkoskopi fleksibel yaitu forsep biopsi, jarum aspirasi, dan brush bronkial yang dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan. Peralatan yang sering digunakan untuk terapi dalam tindakan bronkoskopi fleksibel yaitu balon, elektrokauter, laser, dan krioterapi. Kemajuan dalam inovasi peralatan bronkoskopi memungkinkan untuk melakukan tindakan penunjang lain seperti ultrasonografi endobronkial, endomikroskopi, pencitraan pita sempit, autofluorosensi, dan navigasi elektromagnetik.[1]
Posisi Pasien
Pasien diposisikan supinasi di meja operasi. Posisi kepala diekstensikan, dapat dibantu oleh penahan kepala seperti kantung pasir atau shoulder roll dengan dagu mengarah ke atas seperti posisi bercukur. Pada bronkoskopi rigid, posisi yang disarankan adalah hiperekstensi leher. Pasien dengan kondisi tulang servikal yang tidak stabil, pasien dengan trauma maksilofasial atau penyakit mulut yang mempersulit rahang untuk terbuka, dan pasien dengan penyakit laring yang dapat mencegah masuknya scope merupakan kondisi yang dapat mempersulit tindakan bronkoskopi rigid karena sulitnya memposisikan pasien hiperekstensi.[5,10]
Anestesi
Anestesia yang ideal terdiri dari hipnosis, analgesia, dan relaksasi otot. Untuk premedikasi, obat yang sering digunakan yaitu antikolinergik seperti atropin atau glycol pyrrolate, benzodiazepine seperti midazolam, dan bronkodilator.
Ventilasi dan Pemantauan
Ventilasi pada bronkoskopi merupakan hal yang menantang bagi ahli anestesi. Pasien yang diindikasikan untuk dilakukan tindakan bronkoskopi biasanya memiliki status pulmonal yang berada pada batas bawah. Pilihan metode ventilasi pada tindakan bronkoskopi adalah oksigenasi apnoeik, bantuan ventilasi spontan, ventilasi terkontrol, jet ventilasi manual, jet ventilasi dengan frekuensi tinggi, dan jet ventilasi otomatis. Pemantauan yang dilakukan selama tindakan yaitu elektrokardiogram, oksimetri, denyut nadi, dan tekanan darah.[5,10]
Induksi dan Sedasi
Pada bronkoskopi rigid, pilihan obat untuk induksi anestesi adalah propofol, etomidate, atau ketamine dengan fentanil atau remifentanil pada orang dewasa atau agen inhalasi pada anak. Pada bronkoskopi fleksibel, sedasi yang diberikan adalah level sedang. Sedasi diberikan ketika pasien merespon perintah verbal. Pada bronkoskopi fleksibel, anestesi topikal sangatlah penting untuk diberikan dengan tujuan membuat pasien lebih nyaman. Anestesi lokal diberikan pada hidung, orofaring, dan hipofaring. Lignocaine merupakan agen yang sering digunakan dalam anestesi topikal selama tindakan bronkoskopi fleksibel.[5]
Obat sedasi yang digunakan pada tindakan bronkoskopi haruslah mudah digunakan, memiliki onset cepat, durasi aksi yang pendek, dan waktu pemulihan yang cepat. Pilihan obat sedasi yang sering digunakan untuk tindakan bronkoskopi adalah benzodiazepine, opioid, propofol, ketamine, fospropofol, remifentanil, dan dexmedetomidine.[5,11]
Prosedural
Mayoritas tindakan bronkoskopi perlu diawali dengan anestesi umum. Setelah edasi, alat bronkoskop dimasukkan melalui kavitas nasal atau mulut, atau dapat juga melalui pipa endotrakeal (endotracheal tube/ETT) maupun laryngeal mask airway (LMA).
Teknik Umum
Secara umum, teknik melakukan bronkoskopi yaitu dengan memasukkan bronkoskop ke dalam rongga hidung atau mulut, dapat dilakukan juga melalui pipa endotrakeal (endotracheal tube/ETT) atau laryngeal mask airway (LMA), hingga setinggi pita suara.
Penilaian dapat dimulai dari pita suara seperti tampilan dan gerakan pita suara, sembari bronkoskop terus maju dan penilaian organ berikutnya dilakukan secara hati-hati. Dalam proses ini operator dapat melihat apakah terdapat lesi endobronkial yang abnormal, kelainan mukosa, serta bukti penyempitan atau obstruksi.
Selama prosedur dilakukan, gambar atau video dapat direkam untuk evaluasi lebih lanjut atau evaluasi ulang di waktu lain. Peralatan tambahan dapat bervariasi sesuai indikasi dan jenis prosedur yang dilakukan seperti pengambilan jaringan atau debulking tumor. Di akhir prosedur, penilaian jalan napas harus dilakukan untuk memastikan hemostasis yang baik. Rontgen toraks pasca prosedur dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi adanya pneumothorax. Semua pasien yang menjalani prosedur bronkoskopi harus dipantau sebelum, selama, dan setelah prosedur.[1]
Obstruksi Jalan Napas Sentral
Karsinoma paru primer dan metastasis merupakan penyebab terbanyak obstruksi jalan napas sentral. Debulking endobronkial dengan bronkoskopi rigid dapat dilakukan menggunakan scope rigid yang dikombinasikan dengan peralatan ablatif, thermal, atau yang lainnya. Pengeluaran tumor secara mekanis melalui tindakan bronkoskopi dapat dilakukan dengan cukup cepat, aman, dan efektif.
Ujung miring bronkoskop rigid diletakkan pada dasar tumor dan dengan lembut putar tumor sambil dorong bronkoskop ke depan untuk memotong tumor dari dinding. Fragmen dari tumor primer dapat diambil dengan menggunakan suction, kateter, forceps, cryoprobe, atau alat lain. Teknik ini memerlukan ketelitian dan visualisasi yang baik agar sumbu dan arah tumor dapat secara tepat diidentifikasi.[6]
Ekstraksi Benda Asing
Tindakan ini sering dilakukan pada pasien anak. Tindakan ini dapat dilakukan dengan bronkoskopi rigid maupun fleksibel. Dalam beberapa kasus, bronkoskopi rigid lebih dipilih karena dapat memberikan rongga yang lebih besar. Pada kasus lain, bronkoskopi fleksibel dapat menjadi satu-satunya pilihan untuk ekstraksi benda asing dikarenakan sumbatan yang mengarah ke distal. Kombinasi keduanya dapat berguna dalam ekstraksi benda asing, bergantung pada lokasi, ukuran, dan jenis benda asing.[6]
Hemoptisis Masif
Bronkoskopi rigid lebih menguntungkan pada kasus ini dikarenakan rongga yang dihasilkan memungkinkan volume suction yang lebih besar. Hal ini juga memungkinkan untuk tindakan terapeutik pada hemoptisis masif seperti aplikasi epinefrin topikal, kontrol hemostasis dengan teknik termal, dan tamponade.[6]
Diagnostik
Beberapa cara untuk mendiagnosis penyakit paru dapat dilakukan dengan bronkoskopi fleksibel, baik pada kasus infeksi maupun keganasan paru dan saluran napas. Modalitas yang umum digunakan untuk mengambil bahan sitologi adalah cuci bronkus, bronkoalveolar lavage, pengambilan spesimen dengan brush bronkus, biopsi transbronkial, dan aspirasi jarum secara transbronkial.
Peralatan tambahan yang umum diperlukan dalam tindakan diagnostik melalui bronkoskopi adalah forsep biopsi, jarum halus, dan kriobiopsi. Pengujian mikrobiologis akan dilakukan setelah sampel diambil. Untuk dapat meningkatkan analisis dan menajamkan diagnosis, direkomendasikan untuk menggunakan berbagai modalitas apabila memungkinkan.[8]
Pencegahan Infeksi Bagi Tenaga Kesehatan
Selama prosedur bronkoskopi, tenaga kesehatan berisiko terpapar organisme infeksius, termasuk virus SARS-CoV-2. Menggunakan alat pelindung diri mencakup jubah, sarung tangan, masker, dan kaca mata harus menjadi prosedur rutin.
Selama masa pandemi COVID-19 atau jika pasien dicurigai mengalami tuberkulosis, langkah tambahan perlu dilakukan demi perlindungan terhadap pasien dan petugas kesehatan. Bronkoskopi pada pasien dengan suspek atau terkonfirmasi COVID-19 harus dilakukan seperlunya dan sesuai indikasi. Pada daerah dengan transmisi infeksi COVID-19 yang tinggi, tindakan bronkoskopi sebaiknya ditunda apabila tidak mendesak. Tindakan bronkoskopi pada pasien dengan suspek atau terkonfirmasi COVID-19 sebaiknya dilakukan di ruang bertekanan negatif, minimalisir personel, dan gunakan teknik anestesi yang meminimalisir aerosol dari nafas spontan atau refleks batuk.[12,13,14]
Follow Up
Setelah tindakan bronkoskopi selesai, pasien diobservasi di ruang pemulihan selama beberapa jam. Pemantauan dilakukan hingga efek sedasi dan anestesi saluran napas sudah menghilang. Pemantauan dilakukan terkait kesadaran, tanda vital, irama jantung, dan saturasi oksigen. Makan sebaiknya ditunda setidaknya 1-4 jam setelah tindakan.[15]
Jika terdapat kondisi seperti apnea dan terdapat trauma jalan napas, intubasi dapat dilakukan. Nyeri pasca tindakan seringkali berasal dari laring dan berespon baik terhadap analgesik sederhana. Pada anak-anak dengan stridor sebelum operasi atau memiliki lesi subglotis, steroid seperti dexamethasone 4-8 mg secara intravena dapat diberikan. Pada kasus stridor pasca operasi, dapat diberikan bronkodilator.[5]
Apabila tidak terdapat masalah yang signifikan selama pasien diobservasi di ruang pemulihan dan bila kondisi pasien memungkinkan, pasien dapat pulang di hari yang sama. Dalam hal keperluan diagnostik, sampel yang diambil akan dianalisis terlebih dahulu. Dokter dapat menjelaskan hasil dari pemeriksaan sampel pada kunjungan pasien berikutnya.[1]