Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Epidemiologi Impaksi Gigi annisa-meidina 2023-12-23T10:08:19+07:00 2023-12-23T10:08:19+07:00
Impaksi Gigi
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Epidemiologi Impaksi Gigi

Oleh :
drg. Muhammad Garry Syahrizal Hanafi
Share To Social Media:

Epidemiologi impaksi gigi membahas distribusi, determinan, dan kontrol faktor-faktor yang terkait prevalensi dan karakteristik impaksi gigi. Prevalensi impaksi gigi bervariasi dalam populasi dan dapat dipengaruhi faktor geografis, etnis, dan ekonomi. Gigi molar ketiga, atau biasa disebut dengan gigi bungsu, lebih sering mengalami impaksi. Distribusi usia menunjukkan bahwa impaksi gigi paling umum terjadi pada usia 17–25 tahun, periode dimana gigi bungsu mulai erupsi.[8–17]

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih rentan mengalami impaksi gigi. Faktor-faktor hormon dan anatomi rahang yang berbeda diduga berperan dalam perbedaan ini. Selain itu, faktor genetik dan adanya riwayat keluarga yang megalami impaksi gigi meningkatkan predisposisi individu.

Status sosioekonomi diduga berperan dalam memengaruhi prevalensi impaksi gigi. Keterbatasan akses perawatan gigi, pendidikan kesehatan mulut, dan pola makan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko impaksi gigi dalam kelompok dengan status sosioekonomi rendah.[8–17]

Faktor lingkungan dan kebiasaan, seperti kebiasaan menghisap ibu jari atau menggunakan dot pada usia anak yang lebih tua dari seharusnya, dapat memengaruhi perkembangan normal gigi dan meningkatkan risiko impaksi.

Selain itu, beberapa kondisi medis, seperti pola pertumbuhan dan perkembangan abnormal rahang atau penyakit sistemik tertentu, dapat meningkatkan risiko impaksi gigi.[8-17]

Global

Angka prevalensi global kasus impaksi gigi sangat bervariasi. Studi mengungkap bahwa variabilitas prevalensi kasus impaksi gigi mulai dari 3–68,6%. Variabilitas yang tinggi ini diduga berkaitan dengan heterogenitas di antara seluruh populasi di dunia.[8–17]

Menezes et al (2023) mengungkap bahwa prevalensi impaksi gigi pada populasi di Brazil sebesar 38,7%. Dari jumlah total tersebut, sebesar 44% merupakan impaksi gigi maksila, sementara 56% merupakan impaksi gigi mandibula. Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga mandibula kanan (29,72%), diikuti dengan gigi molar ketiga mandibula kiri (25,8%).[6]

Pada populasi di India, angka prevalensi impaksi gigi adalah sebesar 16,8%. Gigi kaninus yang memiliki prevalensi paling tinggi (56,7%), diikuti dengan premolar (27.8%). Sementara, impaksi gigi molar di populasi India relatif jarang, yaitu hanya sebesar 6,2%.[10–13]

Sementara, pada populasi di Hongkong, angka prevalensi impaksi gigi adalah sebesar 28,3%. Molar ketiga mandibula memiliki probabilitas tertinggi mengalami impaksi, yaitu sebesar 82,5%, diikuti dengan molar ketiga maksila (15,6%), dan kaninus maksilaris (0,8%).[11]

Pada populasi di Arab Saudi, sebesar 13,2% dilaporkan memiliki impaksi gigi. Sekitar 79,1% merupakan gigi di rahang atas, sementara 20,8% gigi mandibula Sama seperti populasi India, gigi yang paling banyak mengalami impaksi di Arab Saudi adalah kaninus maksilaris (50,4%), diikuti dengan premolar kedua maksila (18,2%), dan premolar kedua mandibular (12,2%).[12]

Sementara, di Iran, sebanyak 44,1% populasi dilaporkan memiliki impaksi gigi. Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga (31,8%), diikuti dengan kaninus maksilaris (9,8%), dan premolar kedua mandibular (2,1%).[9]

Indonesia

Di Indonesia, prevalensi impaksi gigi pernah dilaporkan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya pada tahun 2018. Pada penelitian tersebut, dilaporkan sebesar 60,6% subjek memiliki impaksi gigi. Sementara, laporan lain di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, mengungkapkan bahwa 54,7% pasien mengalami impaksi molar ketiga mandibula.[16]

Di Surakarta, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi, pada tahun 2018 dilaporkan terdapat 13,2% pasien memiliki impaksi gigi. Dari total tersebut, perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi, yaitu berada pada angka 53%, berbanding 33,5% laki-laki. Selain itu, gigi impaksi ditemukan lebih banyak pada rahang bawah (54%), sementara sisanya 46% terjadi pada rahang atas.[8]

Penelitian di Desa Totabuan, Kabupaten Bolaang Mongondow, mengungkapkan bahwa terdapat 53% pasien yang memiliki impaksi gigi. Molar ketiga mandibula dilaporkan paling banyak mengalami impaksi. Predileksi perempuan juga terlihat pada penelitian ini, dimana dari seluruh total pasien dengan impaksi gigi, 60%-nya merupakan perempuan.[15]

Mortalitas

Angka mortalitas langsung terkait impaksi gigi berada pada tingkat yang sangat rendah. Impaksi gigi umumnya tidak menjadi kondisi yang mengancam jiwa. Sebagian besar kasus impaksi gigi dapat diatasi melalui tindakan pembedahan atau manajemen kesehatan mulut tanpa risiko signifikan terhadap kehidupan pasien.[8–17]

Komplikasi yang mungkin timbul akibat impaksi gigi, seperti infeksi gigi dan abses gingiva, dapat memberikan risiko kesehatan yang lebih serius jika tidak ditangani dengan baik. Dalam beberapa kasus, infeksi yang tidak diobati dapat fokal infeksi dan dapat menyebabkan komplikasi sistemik seperti endokarditis.[8–18]

Referensi

6. Nadelman P, Magno MBet al. 2021. Does the premature loss of primary anterior teeth cause morphological, functional and psychosocial consequences?. Brazilian Oral Research vol. 35. Sociedade Brasileira de Hematologia e Hemoterapia. doi: 10.1590/1807-3107bor-2021.vol35.0092.
8. Kemenkes RI. 2022. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Tatalaksana Impaksi Gigi. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.01.07/Menkes/777/2022. https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1660186621_788813.pdf
9. Al Feeli D, Sebaa Y, Al-Asfour A. 2012. Prevalence of Impacted Teeth in Adult Patients: A Radiographic Study of Kuwaiti Population Students. Health Sciences Center - Kuwait University. Elective Project Study Course No. 703. http://www.hsc.edu.kw/fod/research/PDF_Files/YS_DF_13.pdf
10. Patil S, Maheshwari S. 2014. Prevalence of impacted and supernumerary teeth in the North Indian population. J Clin Exp Dent, 6(2). doi: 10.4317/jced.51284.
11. Chu F, Li T, et al. 2003. Prevalence of Impacted Teeth and Associated Pathologies - A Radiographic Study of the Hong Kong Chinese Population. Hong Kong Medical Journal. 9(3); 158–163. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12777649/
12. Alamri A, Alshahrani N, et al. 2020. Prevalence of Impacted Teeth in Saudi Patients Attending Dental Clinics in the Eastern Province of Saudi Arabia: A Radiographic Retrospective Study. Scientific World Journal, 2020. doi: 10.1155/2020/8104904.
13. Bhat M, et al. 2019. Prevalence of impacted teeth in adult patients: A radiographic study, International Journal of Applied Dental Sciences, 5(1); 10–12. https://www.oraljournal.com/pdf/2019/vol5issue1/PartA/4-4-67-319.pdf
14. da Silva Menezes CG, Sartoretto, SC, et al. 2023. Prevalence of Impacted Teeth: A Radiographical Retrospective Rio de Janeiro Population-Based Study. J. Maxillofac. Oral Surg. https://doi.org/10.1007/s12663-023-02021-3
15. Sahetapy DT, Anindita BS, Hutagalung K. 2015. Prevalensi Gigi Impaksi Molar Tiga Partial Erupted pada Masyarakat Desa Totabuan. Jurnal e-GiGi (eG), 3(2); 641–646. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi/article/view/10810/10399
16. Septina F, Apriliani A, Baga I. 2021. Prevalensi Impaksi Molar Ketiga Rahang Bawah di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Tahun 2018. E-Prodenta Journal of Dentistry, 5(2); 450–460, doi: 10.21776/ub.eprodenta.2021.005.02.1
17. Kamiloglu B, Kelahmet U. 2014. Prevalence of impacted and transmigrated canine teeth in a Cypriote orthodontic population in the Northern Cyprus area. BMC Res Notes, 7(1). doi: 10.1186/1756-0500-7-346
18. Varghese, G. 2021. Management of Impacted Third Molars. In: Bonanthaya, K., Panneerselvam, E., Manuel, S., Kumar, V.V., Rai, A. (eds) Oral and Maxillofacial Surgery for the Clinician. Springer, Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-15-1346-6_14

Etiologi Impaksi Gigi
Diagnosis Impaksi Gigi

Artikel Terkait

  • Gigi Molar Ketiga Impaksi Asimptomatik: Retensi vs Pencabutan
    Gigi Molar Ketiga Impaksi Asimptomatik: Retensi vs Pencabutan
Diskusi Terbaru
dr. Siti Wahida Aminina
Dibalas 4 jam yang lalu
Sertifikat dr alomedika di tolak di plafom skp
Oleh: dr. Siti Wahida Aminina
2 Balasan
Izin bertanya, adakah sertifikat dokter dokter di tolak dr flatfom skp, kenapa ya? Apa salah masukkan data apa gimana?
dr. Eunike
Dibalas 24 menit yang lalu
Tinea di groin yang berulang - ALOPALOOZA Dermatologi
Oleh: dr. Eunike
2 Balasan
Alo Dok. Pasien perempuan 40 tahun dengan keluhan gatal dan rash di selangkangan berulang, apakah perlu salep antijamur kombinasi dengan steroids, ya, karena...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 5 jam yang lalu
Ikuti Webinar ber-SKP Kemkes - Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium - Selasa, 27 Mei 2025, Pukul 11.00 – 12.30 WIB
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
2 Balasan
ALO Dokter!Ikuti Webinar Alomedika ber-SKP Kemkes "Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium" untuk mempelajari seberapa efektif kalsium dalam mencegah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.