Pendahuluan Dislipidemia
Dislipidemia adalah kondisi dimana tidak seimbangnya kadar satu atau lebih jenis lipid dalam darah, yaitu kolesterol, low-density lipoproteins (LDL), trigliserida, dan high-density lipoproteins (HDL). Dislipidemia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.[1,2]
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi peningkatan kadar kolesterol total plasma pada dewasa usia ≥25 tahun secara global adalah sebesar 39% pada tahun 2008. Prevalensi dislipidemia di Asia Tenggara adalah sebanyak 30,3% dan lebih rendah dibandingkan Pasifik Barat, Eropa, dan Amerika.[3,4]
Di Indonesia, data terakhir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan sebanyak 36% dewasa usia ≥25 tahun mempunyai kadar kolesterol total ≥160 mg/dL.[4,18]
Dislipidemia dapat dibagi menjadi dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia primer disebabkan oleh mutasi genetik sementara dislipidemia sekunder disebabkan oleh gabungan gaya hidup yang tidak sehat, penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis, obesitas, dan penggunaan obat-obatan.[1,14,15]
Dislipidemia umumnya asimtomatik dan terdiagnosis secara tidak sengaja atau melalui penapisan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan abnormal pada profil lipid.[5]
Penatalaksanaan dislipidemia bertujuan untuk menurunkan risiko komplikasi kardiovaskuler akibat aterosklerosis. Lebih dari sepertiga kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung iskemik atau stroke iskemik berhubungan dengan peningkatan kadar LDL plasma.[3-4]
Terapi utama dislipidemia adalah modifikasi gaya hidup yang mencakup perubahan pola makan, aktivitas fisik, penurunan berat badan bagi pasien yang obesitas, berhenti merokok dan konsumsi alkohol. Sementara pemberian terapi farmakologis pada pasien dislipidemia didasarkan pada stratifikasi faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien.[6,25]
Terapi farmakologis yaitu pemberian obat anti lipid seperti obat golongan statin, penghambat absorpsi kolesterol, bile acid sequestrant, fibrat, niacin, suplemen asam lemak omega-3, dan penghambat proprotein convertase subtilisin/kexin type 9 (PCSK9).[6,21,28]
Salah satu cara mencegah dan mengendalikan dislipidemia adalah dengan melakukan penapisan dislipidemia. Menurut pedoman di Indonesia, penapisan dilakukan pada usia ≥40 tahun untuk laki-laki dan ≥50 tahun untuk perempuan atau sudah menopause, serta pada pasien yang memiliki penyakit kronis lainnya.[18]
Penulisan pertama oleh: dr. Afiffa Mardhotillah