Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Konstipasi general_alomedika 2025-02-07T15:38:21+07:00 2025-02-07T15:38:21+07:00
Konstipasi
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan
  • Pasien Dewasa - Panduan e-Prescription
  • Pasien Anak - Panduan e-Prescription

Penatalaksanaan Konstipasi

Oleh :
dr. Ashfahani Imanadhia
Share To Social Media:

Penatalaksanaan konstipasi yang utama adalah modifikasi gaya hidup, mencakup perubahan diet, hidrasi, dan aktivitas fisik. Jika konstipasi disebabkan oleh suatu kelainan organik, maka terapi disesuaikan dengan kondisi yang mendasari.[1,3,15-17]

Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi meliputi modifikasi diet dan gaya hidup dasar. Hal ini penting untuk ditekankan agar mencegah keluhan berulang.

Asupan Serat dan Cairan Cukup

Pasien disarankan untuk meningkatkan asupan cairan. Suatu uji klinis pada pasien dengan konstipasi kronik menunjukkan bahwa konsumsi air mineral hingga 2 liter per hari dapat meningkatkan frekuensi buang air besar dibandingkan konsumsi air kurang lebih 1 liter per hari. Temuan tersebut dihubungkan dengan kandungan magnesium dalam air mineral yang memiliki efek laksatif.

Melengkapi diet dengan serat memiliki manfaat di antaranya menahan air, sebagai pelumas pada tinja, meningkatkan massa feses, serta merangsang peristaltik. Terdapat rekomendasi untuk mengonsumsi serat 20-30 gram/hari dan menghindari makanan yang dapat memicu konstipasi. Namun, menurut studi, peningkatan serat tidak bermanfaat untuk konstipasi pada anak-anak.[3,11,15]

Aktivitas Fisik Cukup

Efek dari olahraga atau aktivitas fisik diperankan melalui modulasi mekanisme antiinflamasi dan antioksidatif. Pasien harus didorong untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai toleransi, dimulai dengan rekomendasi sederhana berjalan kaki 20 menit setiap hari.[1]

Kebiasaan Defekasi

Pasien diedukasi agar tidak menahan buang air besar, menghindari mengejan, membiasakan buang air besar setelah makan (melatih reflek postprandial bowel movement) atau saat waktu yang dianggap sesuai.[16]

Konsumsi Probiotik

Konsumsi probiotik dilaporkan dapat meringankan gejala konstipasi, memperbaiki tingkat motilitas usus, dan meningkatkan jumlah tinja. Probiotik terutama bekerja dalam memperbaiki regulasi peptida, neurotransmitter, faktor neurotropik, dan mikrobiota usus.[17]

Terapi Farmakologis

Tata laksana farmakologis untuk konstipasi mencakup penggunaan bulk-forming agent, stool softener, laksatif lubrikan, prokinetik, agen osmotik, dan laksatif stimulan.

Laksatif Osmotik

Laksatif osmotik merupakan ion dan molekul yang tidak dapat diserap dan bekerja secara osmotik dengan menarik air ke dalam lumen usus. Laksatif tipe ini akan meningkatkan volume tinja, menurunkan konsistensi, dan memperbaiki peristaltik.

Beberapa contoh obat dari golongan ini adalah polietilen glikol (PEG), laktulosa, sorbitol, manitol, dan magnesium sulfat. Laksatif osmotik cukup sering digunakan karena mudah dalam penggunaannya dan harga yang terjangkau. Laktulosa dan PEG direkomendasikan untuk pengobatan konstipasi kronis. Kedua obat ini dapat digunakan sebagai terapi lini pertama pada konstipasi kronis. Dosis penggunaan sebagai berikut:

  • Laktulosa: 10-20 gram atau dapat ditingkatkan sampai 40 gram, per oral, diberikan dalam satu dosis per hari
  • Polietilen glikol: 17 gram dilarutkan dalam 120-240 ml air, per oral, digunakan sekali sehari, selama maksimal 7 hari
  • Sorbitol: 30-150 ml sebagai larutan 70% diberikan satu kali secara oral, atau 120 mL sebagai larutan 25-30% diberikan satu kali sebagai enema[3,11,15]

Laksatif Stimulan

Laksatif stimulan seperti bisacodyl dan sennoside bekerja dengan merangsang peristaltik sehingga menyebabkan pengosongan usus. Obat ini umumnya diberikan pada pasien yang tidak respons dengan pencahar atau laksatif osmotik. Efek samping yang dapat terjadi akibat penggunaan obat ini diantaranya nyeri perut, distensi, diare, mual, dan muntah. Dosis yang digunakan adalah:

  • Bisacodyl: 5-15 mg, diberikan satu kali sehari, maksimal 30 mg, per oral
  • Sennoside: 15 mg, satu kali sehari, per oral[3,11]

Laksatif Lubrikan

Laksatif berupa lubrikan berperan dalam tatalaksana konstipasi dengan cara melubrikasi usus dan mencegah absorpsi air di usus. Contoh dari obat ini adalah paraffin oil yang dimasukkan ke dalam anus. Bisa juga diberikan sediaan mineral oil, namun sayangnya belum ada di Indonesia.[3]

Bulk Forming Agent

Bulk forming agent merupakan golongan laksatif yang bekerja dengan menyerap cairan di intestinal, sehingga konsistensi feses menjadi lebih lunak dan mudah dikeluarkan. Contoh dari golongan ini adalah psyllium dan metilselulosa. Sayangnya obat ini belum tersedia di Indonesia dan penggunaannya juga terbatas karena adanya efek samping yang dilaporkan seperti kembung, distensi perut, hingga nyeri atau kram.[3,18]

Stool Softener

Salah satu contoh obat golongan stool softener adalah natrium dokusat yang bekerja menurunkan tegangan permukaan air dan minyak pada tinja sehingga memungkinkan air untuk menembus ke tinja. Bukti studi terkait penggunaan obat ini masih terbatas dan efektivitasnya dilaporkan lebih rendah dibandingkan obat golongan lain.[2]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan

Referensi

1. Aziz I, Whitehead WE, Palsson OS, Törnblom H, Simrén M. An approach to the diagnosis and management of Rome IV functional disorders of chronic constipation. Expert Rev Gastroenterol Hepatol. 2020 Jan;14(1):39-46.
2. Bharucha AE, Lacy BE. Mechanisms, Evaluation, and Management of Chronic Constipation. Gastroenterology. 2020 Apr;158(5):1232-1249.e3.
3. D Basson Marc. Constipation. Medscape. 2020.
11. Milosavljevic T, Popovic DD, Mijac DD, Milovanovic T, Krstic S, Krstic MN. Chronic Constipation: Gastroenterohepatologist’s Approach. Dig Dis. 2022;40(2):175–80.
15. Serra J, Mascort-Roca J, Marzo-Castillejo M, Delgado Aros S, Ferrándiz Santos J, Rey Diaz Rubio E MMF. Clinical practice guidelines for the management of constipation in adults. Gastroenterol Hepatol. 2017;40(3):132–41.
16. Tantawy SA, Kamel DM, Abdelbasset WK, Elgohary HM. Effects of a proposed physical activity and diet control to manage constipation in middle-aged obese women. Diabetes, Metab Syndr Obes Targets Ther. 2017;10:513–9.
17. He Y, Zhu L, Chen J, Tang X, Pan M, Yuan W, et al. Efficacy of Probiotic Compounds in Relieving Constipation and Their Colonization in Gut Microbiota. Molecules. 2022;27(3).
18. Hungin AP. Chronic Constipation in Adults: The Primary Care Approach. Dig Dis. 2022;40(2):142–6.

Diagnosis Konstipasi
Prognosis Konstipasi

Artikel Terkait

  • Manajemen Konstipasi Kronis pada Lansia
    Manajemen Konstipasi Kronis pada Lansia
  • Red Flag Konstipasi pada Bayi
    Red Flag Konstipasi pada Bayi
  • Manajemen Konstipasi dalam Kehamilan
    Manajemen Konstipasi dalam Kehamilan
  • Stool Scale yang Cocok untuk Bayi atau Anak yang Belum Toilet-Trained: Mengenal BITSS (Brussels Infant Toddler Stool Scale)
    Stool Scale yang Cocok untuk Bayi atau Anak yang Belum Toilet-Trained: Mengenal BITSS (Brussels Infant Toddler Stool Scale)
  • Penatalaksanaan Konstipasi pada Anak
    Penatalaksanaan Konstipasi pada Anak

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 14 April 2025, 09:03
Bagaimana tatalaksana konstipasi pada balita <3tahun
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dokter. Apa yg harus kota lakukan dan resepkan utk kasus konstipasi pada balita <3 tahun, Dok? Mhn arahan...terimaakasih
Anonymous
Dibalas 13 April 2025, 11:14
Tatalaksana sembelit pada bayi dibawah 6 bulan apakah boleh diterapi dengan pencahar?
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Alo Dokter, izin bertanya, kapan sembelit pd bayi 6 bulan perlu kita terapi dengan pencahar? apa pencahar yg aman utk bayi dibawah 6 bulan dok? Apakah ada...
Anonymous
Dibalas 04 Februari 2025, 18:07
Obat yang aman untuk konstipasi post caesar?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, izin bertanya apakah obat yg aman diberikan pada ibu menyusui post caesar 6 hari yang lalu ? Apakah bisacodyl / laktulosa aman untuk post caesar...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.