Etiologi Emboli Paru
Etiologi utama emboli paru adalah migrasi thrombus dari bagian tubuh lain, sering kali dari vena dalam tungkai bawah. Pembentukan thrombus umumnya disebabkan dan dipengaruhi oleh gangguan dari triad Virchow, yaitu stasis vena, kerusakan dinding pembuluh darah, dan hiperkoaguabilitas.[1,2]
Thrombus
Deep vein thrombosis merupakan kontributor utama terjadinya emboli paru. Ketika aliran darah mengalami stasis di vena ekstremitas bawah akibat faktor seperti imobilitas yang berkepanjangan, pembedahan, atau cedera, thrombus dapat terbentuk. Jika thrombus ini terlepas dan mencapai paru, maka dapat menyebabkan emboli paru.[1-3]
Faktor Risiko
Faktor risiko emboli paru adalah segala sesuatu kondisi yang mengganggu triad Virchow yang menyebabkan peningkatan risiko thrombosis.
Imobilitas Berkepanjangan
Tidak aktif dalam waktu lama, seperti selama penerbangan panjang atau tirah baring, dapat menyebabkan stagnasi darah dan pembentukan thrombus.[4]
Pembedahan dan Trauma
Prosedur pembedahan dan cedera traumatik dapat memicu pembentukan thrombus, terutama pada pasien operasi ortopedi. Hal ini dikarenakan terjadi kerusakan vena secara langsung dan inflamasi. Selain itu, pasien umumnya juga mengalami imobilitas saat dan setelah operasi yang menyebabkan meningkatnya risiko tromboemboli vena. [4]
Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan stasis vena dan mendorong perkembangan thrombus. Individu obesitas memiliki risiko tromboemboli vena 6 kali lipat lebih besar dibandingkan pasien dengan indeks massa tubuh normal.[4]
Merokok
Penggunaan tembakau merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko terbentuknya thrombus.[4,5]
Obat Berbasis Hormon
Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dapat meningkatkan risiko tromboemboli vena 3-4 kali lipat pada satu tahun pertama penggunaan, terutama 3 bulan awal, tetapi risiko menurun setelahnya.[4]
Keganasan
Keadaan keganasan dapat memproduksi substansi prokoagulan berlebihan sehingga dapat meningkatkan risiko tromboemboli vena hingga 7 kali lipat.[4]
Usia Lanjut
Seiring bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 50-60 tahun, terjadi ketidakseimbangan antara zat antikoagulan dan prokoagulan yang menyebabkan peningkatan risiko tromboemboli vena.[4]
Faktor V Leiden
Mutasi pada faktor V sering terjadi dan dapat meningkatkan 5 kali risiko terjadinya tromboemboli vena pada heterozigot dan 10 kali pada homozigot. Pada faktor V leiden, terjadi mutasi pada tempat pengikatan faktor V terhadap antikoagulan protein C, sehingga faktor V tidak dapat diinaktivasi dan terus menerus aktif dan meningkatkan risiko thrombosis.[4,6]
Mutasi Gen Prothrombin
Mutasi gen prothrombin dapat ditemukan pada 7% pasien dengan tromboemboli vena dan meningkatkan risiko thrombosis 3 kali. Gangguan kode genetik menyebabkan tubuh memproduksi faktor koagulasi prothrombin berlebihan sehingga meningkatkan aktivitas trombosis.[4]
Defisiensi Antithrombin
Defisiensi antithrombin umumnya jarang terjadi tetapi dapat meningkatkan 5-10 kali lipat risiko thrombosis vena. Antithrombin menginhibisi enzim sistem koagulasi, seperti IIa, IXa, Xa, dan XIIa. Defisiensi antithrombin secara kuantitatif (tipe I) maupun kualitatif (tipe II) dapat meningkatkan thrombosis vena maupun arteri.[4,7]
Defisiensi Protein C
Defisiensi protein C dapat meningkatkan 5-10 kali risiko thrombosis vena. Defisiensi protein C menyebabkan tidak dapatnya menginaktivasi faktor V dan VIII sehingga koagulasi sulit untuk ditekan.[4,8]
Defisiensi Protein S
Defisiensi protein S dapat meningkatkan 5-10 kali risiko thrombosis vena. Defisiensi protein S, yang berperan sebagai kofaktor untuk aktivasi protein C dalam inaktivasi faktor Va dan VIIIa, menyebabkan inhibisi koagulasi sulit dilakukan.[4,9]