Pedoman Klinis Dialisis Ginjal
Pedoman klinis dialisis ginjal berbeda sesuai dengan terapi pengganti ginjalnya yaitu hemodialisa atau peritoneal dialisis. Dialisis diindikasikan pada pasien gagal ginjal akut dengan kegawatan yang membutuhkan terapi pengganti ginjal, sedangkan pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis diperuntukkan sebagai terapi pengganti ginjal yang tidak lagi berfungsi.
Pedoman klinis yang harus diperhatikan pada tindakan dialisis ginjal adalah:
- Dialisis ginjal dapat dikerjakan dengan metode peritoneal dialisis atau hemodialisa. Pemilihan metode dialisis ginjal dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan yaitu ketersediaan dan kenyamanan metode dialisis ginjal, faktor komorbid, sosioekonomi, faktor centre dialisis, situasi rumah pasien, dan kemampuan toleransi terhadap pertukaran cairan[5]
- Persiapan alat untuk menjalankan hemodialisa adalah dialiser, dialisat, selang untuk mentranspor darah dan cairan dialisis, dan mesin untuk menjalankan dan memonitor. Dialiser merupakan membran semipermeabel yang dilalui oleh darah dan cairan dialisat. Hollow fiber merupakan dializer yang paling umum digunakan. Dialisat tipikal mengandung sodium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, bikarbonat, dan glukosa. Bikarbonat menggantikan asetat sebagai buffer cairan dialisat[15,16]
- Beberapa akses vaskuler yang dipakai untuk menghubungkan arteri vena pasien ke alat hemodialisa adalah AV fistula, AV graft, tunneled catheter, dan non tunneled catheter. Yang paling sering digunakan adalah AV fistula sebagai pilihan pertama dan AV graft sebagai pilihan kedua. Beberapa kelompok merekomendasikan rule of 6 untuk menentukan kematangan fistula yaitu: sedikitnya 6 mm diameter vena, 600 ml/menit alirannya, dan kedalaman vena < 6 mm. Bila AV fistula belum matang selama 6 minggu, maka perlu diperhatikan penyebab kenapa tidak berfungsi. Sebaliknya, pada AV graft mencapai tingkat maturasi sekitar 2-4 minggu[15,16]
- Persiapan alat untuk menjalankan peritoneal dialisis adalah kateter peritoneal dialisis, kantong yang berisi cairan dialisat dan kantong yang akan diisi hasil pembuangan, selang konektor, klem, dan cycler (hanya pada penggunaan automated peritoneal dialysis). Pemasangan kateter peritoneal dialisis umumnya dapat dilakukan secara operasi terbuka, laparoskopi, dan metode percutaneous catheter insertion. Sebuah studi menunjukkan tidak ada perbedaan luaran terhadap pemasangan kateter peritoneal dialisis dengan metode pembedahan terbuka maupun laparoskopi sehingga pemasangan lebih disukai dengan metode operasi terbuka. Peritoneal dialisis dibedakan menjadi continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) dan automated peritoneal dialysis (APD). Perbedaan keduanya antara lain jadwal pengerjaan dan teknik pengerjaan dimana satu manual dan satu menggunakan mesin
- Menurut Clinical Practice guideline tahun 2006, setiap pasien yang telah mencapai level gagal ginjal kronis stadium 5 perlu mempertimbangkan keuntungan, risiko, dan kerugian untuk memulai dialisis ginjal[1,6]
- Komplikasi yang sering terjadi pada peritoneal dialisis adalah: Peritonitis, infeksi non-peritonitis yang disebabkan oleh kateter, peningkatan berat badan, hipoalbuminemia dan adanya uremia residu[9,15]
- Komplikasi yang dapat terjadi pada hemodialisa adalah: Hipotensi, kram otot, reaksi terhadap dialis[8,15]
- Dalam melakukan dialisis ginjal, edukasi untuk persiapan pasien sebelum tindakan hingga selesai tindakan sangat diperlukan. Informed consent merupakan bagian terpenting dalam suatu tindakan