Komplikasi Asuhan Persalinan Normal
Risiko komplikasi asuhan persalinan normal dapat terjadi pada setiap kala persalinan, yaitu kala I hingga kala IV. Komplikasi yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi selama kehamilan, kondisi ibu, dan kondisi janin.[3,15]
Komplikasi Kala I
Komplikasi yang dialami ibu melahirkan kala I adalah:
Partus lama, biasanya terkait kontraksi uterus yang tidak adekuat atau dilatasi serviks yang tidak sempurna
Ketuban pecah dini (KPD), yaitu pecahnya ketuban sebelum ada tanda inpartu[3,15,16]
Komplikasi kala I juga dapat terjadi pada janin, sehingga penting bagi petugas kesehatan untuk memastikan keselamatan dan kondisi janin. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
- Asfiksia, yang dapat menyebabkan intrauterine fetal death (IUFD)
- Sepsis neonatorum, dapat terjadi karena infeksi akibat KPD[3,15,18]
Komplikasi Kala II
Komplikasi pada ibu melahirkan kala II adalah distosia atau persalinan kala II yang memanjang. Di mana waktu persalinan pada primipara lebih dari 2 jam, atau pada multipara lebih dari 1 jam, tanpa anestesi epidural. Kondisi ini dapat menyebabkan risiko korioamnionitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan retensi urin.[1,2,4,9]
Distosia dapat terjadi akibat lilitan tali pusat atau bayi besar/makrosomia. Setelah lahir, kepala bayi perlu diperiksa apakah ada lilitan tali pusat di leher, karena dapat menyebabkan komplikasi pada janin seperti hipovolemia, anemia, syok hipoksik-iskemik, bahkan ensefalopati. Janin makrosomia dapat menyebabkan distosia bahu.[1,2,4,9]
Komplikasi Kala III
Pada kala III, komplikasi yang dapat terjadi adalah retensio plasenta, yaitu plasenta tidak lahir spontan dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Pada keadaan ini, perlu dilakukan tindakan manual plasenta. Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan postpartum.[2,16,19]
Komplikasi Kala IV
Pada kala IV, komplikasi yang paling sering terjadi adalah perdarahan postpartum, yaitu jumlah perdarahan pervaginam setelah bayi lahir lebih dari 500 cc atau dapat mempengaruhi hemodinamik pasien. Penyebab perdarahan postpartum terdiri dari 4T, yaitu tone (atonia uteri), tissue (sisa jaringan plasenta), trauma (ruptur uteri, serviks, atau vagina), dan thrombin (gangguan faktor koagulopati).[2,15]
Atonia Uteri
Atonia uteri akan segera terlihat segera setelah bayi lahir. Tanda kontraksi uterus tidak baik adalah uterus teraba lembek. Kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan masif sehingga pasien mengalami syok hipovolemik.[2,19]
Sisa Jaringan Plasenta,
Plasenta yang dikeluarkan tidak lengkap dan tertinggal di dalam uterus, dapat menyebabkan perdarahan pervaginam hingga 6-10 hari setelah partus.[2,19]
Trauma Jalan Lahir
Ruptur uteri dapat terjadi pada pasien dengan riwayat sectio caesarea sebelumnya. Laserasi serviks dan vagina sering terjadi jika persalinan dengan bantuan vakum atau forsep.[2,19]
Gangguan Faktor Koagulopati
Kelainan faktor pembekuan darah biasanya tidak menyebabkan perdarahan hebat. Namun, dapat memburuk bila kondisi ibu dengan penyulit seperti solusio plasenta, emboli air ketuban, atau eklamsia. Perdarahan karena kelainan faktor pembekuan darah biasanya encer dan tidak terdapat gumpalan darah.[2,19]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini