Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Patofisiologi Hiperbilirubinemia general_alomedika 2025-04-11T13:34:33+07:00 2025-04-11T13:34:33+07:00
Hiperbilirubinemia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Oleh :
dr. Steven Johanes Adrian
Share To Social Media:

Patofisiologi hiperbilirubinemia berkaitan erat dengan proses metabolisme bilirubin. Hiperbilirubinemia dapat terjadi bila hepar tidak dapat menjalankan metabolisme atau ekskresi bilirubin dengan baik.

Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin darah lebih dari 3 mg/dL. Secara klinis, hiperbilirubinemia tampak sebagai ikterus pada jaringan seperti sklera, mukosa, dan kulit, karena penumpukan bilirubin di jaringan–jaringan tersebut.

Metabolisme Bilirubin

Eritrosit memiliki masa hidup kurang lebih 120 hari. Setelah 120 hari, eritrosit difagositosis oleh makrofag pada sistem retikuloendotelial (RES). Hemoglobin (Hb) dari eritrosit dipecah menjadi heme dan globin, sementara heme mengalami degradasi oleh heme oxygenase menjadi biliverdin IX alfa, karbon monoksida, dan Fe.

Biliverdin IX alfa kemudian direduksi oleh biliverdin reduktase menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke plasma, kemudian berikatan secara reversibel dengan albumin. Bilirubin tidak terkonjugasi kemudian dibawa ke hepar.[1,3,24]

Dalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan glutation–S–transferase dan dibawa ke retikulum endoplasma, untuk dikonjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi mengalami glukuronidasi sebanyak dua kali oleh enzim uridin 5–difosfo–glukoronil–transferase 1A1 (UGT1A1) menjadi bilirubin diglukoronida (bilirubin terkonjugasi).

Bilirubin terkonjugasi lebih larut dalam air dan bersifat kurang sitotoksik. Bilirubin kemudian melewati sistem bilier dan masuk ke usus duodenum. Sebagian kecil bilirubin mengalami reabsorbsi dan masuk ke sirkulasi enterohepatik.[1,3,24]

Di kolon, bilirubin dihidrolisis oleh bakteri menjadi urobilinogen, yang kemudian diekskresikan pada feses. Sebagian urobilinogen dan derivatnya juga direabsorbsi pada kolon, dibawa ke hepar, dan diekskresi ulang atau masuk ke sirkulasi sistemik menuju ginjal untuk kemudian diekskresikan melalui urin.[1,3,24]

Kolestasis terjadi karena adanya gangguan pada aliran cairan empedu, yang dapat disebabkan oleh penyakit pada hepatosit, sistem bilier intrahepatik, maupun ekstrahepatik. Aliran empedu yang inadekuat menyebabkan akumulasi bilirubin, asam empedu, dan lipid pada hepar.[1]

Hiperbilirubinemia Ekstrahepatik dan Intrahepatik

Ikterus adalah manifestasi klinis hiperbilirubinemia yang terjadi karena deposit bilirubin berlebih pada organ akibat gangguan metabolisme atau ekskresi bilirubin. Hiperbilirubinemia dapat terjadi karena kondisi intrahepatik maupun ekstrahepatik.

Hiperbilirubinemia Intrahepatik

Hiperbilirubinemia intrahepatik dapat terjadi karena berbagai kondisi, salah satunya adalah kerusakan pada hepatosit. Kerusakan hepatosit dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, hepatitis B, atau hepatitis C. Infeksi virus lain juga dapat menyebabkan kerusakan hepatosit, seperti virus Epstein–Barr.

Selain infeksi, penyebab lain adalah penyakit yang disebabkan obat, toksin, sirosis hepatis, hepatitis autoimun, penyakit hepar akibat kehamilan, hepatitis yang diinduksi alkohol, Wilson disease, ataupun sindrom Budd–Chiari.[4,9]

Selain gangguan pada hepatosit, kolestasis intrahepatik juga dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Kondisi ini terjadi bila transport asam empedu dari hepar ke duodenum terganggu. Penyebab kolestasis intrahepatik antara lain adalah primary biliary cholangitis, primary biliary cirrhosis, dan primary sclerosing cholangitis, yang diduga disebabkan proses autoimun.

Kelainan lainnya seperti reaksi transplantasi (graft–versus–host–disease) juga dapat menyebabkan kerusakan duktus bilier. Fibrosis kistik dapat menyebabkan cystic fibrosis–associated liver disease (CFLD) yang mengganggu aliran empedu.[4,9]

Hiperbilirubinemia Ekstrahepatik

Hiperbilirubinemia ekstrahepatik disebabkan oleh obstruksi bilier. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan obstruksi antara lain adalah koledokolitiasis dan karsinoma pankreas, duktus koledokus, atau ampulla vater.[5,9]

Adenokarsinoma pankreas dapat menyebabkan obstruksi bilier. Obstruksi bilier pada pasien–pasien ini seringkali tanpa nyeri, dan disebabkan karena striktur. Striktur juga dapat disebabkan oleh kondisi jinak, seperti primary sclerosing cholangitis, pankreatitis, kolangitis autoimun, ischemia reperfusion injury setelah transplantasi, ataupun infeksi seperti tuberkulosis dan askariasis.

Selain itu, sindrom Mirizzi dapat menyebabkan hiperbilirubinemia akibat kompresi eksternal batu empedu pada duktus hepatikus komunis.[5,9]

Hiperbilirubinemia Terisolasi

Hiperbilirubinemia terisolasi umumnya ditemukan pada kondisi intrahepatik yang diturunkan. Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi dapat ditemukan pada sindrom Crigler–Najjar tipe 1, Crigler–Najjar tipe 2, dan sindrom Gilbert.

Sindrom Crigler–Najjar:

Sindrom Crigler–Najjar tipe 1 adalah keadaan autosomal resesif yang menyebabkan hiperbilirubinemia berat (>20 mg/dL) karena tidak adanya aktivitas UGT1A1.

Crigler-Najjar tipe 2 menyebabkan penurunan aktivitas UGT1A1, sehingga kadar bilirubin berkisar antara 6–25 mg/dL. Pada keadaan sindrom Crigler–Najjar, phenobarbital dapat digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin di bawah 10–15 mg/dL.[1,3,9]

Sindrom Gilbert:

Sindrom Gilbert menyebabkan penurunan aktivitas UGT1A1 dengan hiperbilirubinemia yang lebih ringan.[1,3,9]

Hiperbilirubinemia Terkonjugasi dan Campuran

Hiperbilirubinemia terkonjugasi atau campuran dapat ditemukan pada sindrom Dubin-Johnson atau sindrom Rotor. Sindrom Dubin Johnson menyebabkan mutasi gen MRP2, yang mengakibatkan kelainan transport bilirubin. Sindrom Rotor menyebabkan defisiensi OATP1B1 dan OATP1B3 (hepatic drug transporter).[1,3,25]

Dampak Hiperbilirubinemia

Bilirubin dalam kadar normal dan peningkatan ringan memiliki efek sitoprotektif. Akan tetapi, kadar bilirubin jaringan dan plasma yang meningkat memiliki sifat sitotoksik.

Pada hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, seperti pada neonatus dan sindrom Crigler–Najjar tipe 1, deposit bilirubin tidak terkonjugasi pada sistem saraf pusat akan menyebabkan bilirubin induced neurologic damage (BIND).[6,26]

Hiperbilirubinemia juga dapat menyebabkan pembentukan kolelitiasis bila terjadi supersaturasi empedu dengan garam kalsium atau kolesterol.[6,26]

Hiperbilirubinemia pada Neonatus

Ikterus pada neonatus adalah kondisi yang umum ditemukan pada neonatus sehat dengan usia gestasi ≥35 minggu. Pada beberapa neonatus, hiperbilirubinemia bisa berkembang menjadi kondisi yang berat seperti kernikterus.

Neonatus memiliki kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang lebih tinggi. Hal ini karena peningkatan degradasi heme, deteksi oleh hepatosit yang rendah, aktivitas UGT1A1 yang rendah, dan peningkatan reabsorbsi setelah dekonjugasi oleh enzim beta–glukoronidase di usus.[7]

Aktivitas enzim UGT1A1 pada neonatus adalah 1% dari aktivitas enzim pada dewasa. Hal ini menyebabkan imaturitas konjugasi bilirubin. Hemolisis merupakan faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia pada neonatus. Hemolisis dapat disebabkan oleh penyakit isoimun hemolitik (Coombs’ test positif), defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (defisiensi G6PD), dan sferositosis herediter.[8]

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi

1. Chen H-L, Wu S-H, Hsu S-H, Liou B-Y, Chen H-L, Chang M-H. Jaundice revisited: recent advances in the diagnosis and treatment of inherited cholestatic liver diseases. Journal of Biomedical Science. 2018 Oct 26;25(1):75.
3. Sullivan JI, Rockey DC. Diagnosis and evaluation of hyperbilirubinemia. Current Opinion in Gastroenterology. 2017 May;33(3):164–170.
4. Kobelska-Dubiel N, Klincewicz B, Cichy W. Liver disease in cystic fibrosis. Prz Gastroenterol. 2014;9(3):136–41.
6. Vítek L, Ostrow JD. Bilirubin chemistry and metabolism; harmful and protective aspects. Curr Pharm Des. 2009;15(25):2869–83.
7. Maisels MJ. Neonatal Jaundice. Pediatrics in Review December 2006, 27 (12) 443-454; DOI: https://doi.org/10.1542/pir.27-12-443
8. Kaplan M, Bromiker R, Hammerman C. Hyperbilirubinemia, hemolysis, and increased bilirubin neurotoxicity. Seminars in Perinatology. 2014 Nov 1;38(7):429–37.
9. Fargo MV, Grogan SP, Saguil A. Evaluation of Jaundice in Adults. Am Fam Physician. 2017; 95(3): 164-168. https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2017/0201/p164.html
24. Kalakonda A, Jenkins BA, John S. Physiology, Bilirubin. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470290/
25. Tripathi N, Jialal I. Conjugated Hyperbilirubinemia. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562172/
26. Singh A, Koritala T, Jialal I. Unconjugated Hyperbilirubinemia. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549796/

Pendahuluan Hiperbilirubinemia
Etiologi Hiperbilirubinemia

Artikel Terkait

  • Fototerapi dan Peningkatan Risiko Kanker
    Fototerapi dan Peningkatan Risiko Kanker
  • Penanganan Painless Jaundice pada Pasien Dewasa
    Penanganan Painless Jaundice pada Pasien Dewasa
  • Komplikasi Hepatitis A yang Tidak Umum
    Komplikasi Hepatitis A yang Tidak Umum
  • Red Flag Ikterus Neonatorum
    Red Flag Ikterus Neonatorum
  • Hepatitis Akut Misterius pada Anak-Anak
    Hepatitis Akut Misterius pada Anak-Anak

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr.Imanniar Galuh Purwandari
Dibalas 14 April 2023, 11:40
Bayi usia 14 masih tampak ikterus, apakah perlu rujukan ke spesialis anak lagi?
Oleh: dr.Imanniar Galuh Purwandari
2 Balasan
Ijin diskusi dokAda bayi usia 14 hari , post fototerapi usia 5 hari selama 2x24 jam , bilirubin awal 15,95 bilirubin post fototerapi 11 , oleh dokter sp.a...
Anonymous
Dibalas 14 Oktober 2022, 08:07
Pekerja pembuat makanan memiliki penyakit hepatitis A
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Selamat sore Izin diskusi dok jika di site Karyawan catering bertugas menangani makan sudah melakukan MCU dan ternyata anti HAV IgM (+) . Lalu sekitar 7 hari...
Anonymous
Dibalas 20 Juli 2022, 08:13
Pasien anak usia 7 bulan dengan penyakit kuning
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Seorang anak 7 bln kuning mucul tiba2 sejak 4 hr yll. Muntah 1 x isi susu. Keluhan lain disangkal. Anak msh ktf. Bb tb normal. Pasien suka makan buah naga....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.