Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Dry Eye Syndrome general_alomedika 2022-11-03T15:09:38+07:00 2022-11-03T15:09:38+07:00
Dry Eye Syndrome
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Dry Eye Syndrome

Oleh :
dr.Saphira Evani
Share To Social Media:

Diagnosis dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca biasanya ditegakkan secara klinis, yaitu adanya keluhan iritasi mata, gatal, atau rasa berpasir pada mata. Beberapa pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, di antaranya tes Schirmer, tes tear break-up time, dan pewarnaan permukaan okular.

Anamnesis

Keluhan yang dapat diperoleh pada anamnesis pasien dengan dry eye syndrome antara lain rasa terbakar, gatal, mata perih, mata berair, serta sensasi benda asing atau berpasir pada mata. Selain itu gejala lain dapat berupa sering berkedip, penglihatan kabur, fotofobia mata merah,nyeri pada mata, mata terasa berat, dan sakit kepala.[2,4]

Keluhan tersebut umumnya cenderung memberat setelah penggunaan mata berlebih atau adanya paparan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim, misalnya udara kering. Gejala juga biasanya dikeluhkan memburuk pada sore atau malam hari.[4,16]

Pada anamnesis, juga harus menanyakan riwayat pengobatan pasien baik pengobatan sistemik maupun topikal mata. Riwayat penyakit, seperti rheumatoid arthritis dan hipertiroid, juga perlu ditanyakan. Riwayat tindakan pembedahan mata seperti, bedah refraktif kornea juga perlu digali pada anamnesis.[2,10]

Beberapa kuesioner dapat digunakan untuk membantu anamnesis dry eye syndrome, antara lain Ocular Surface Disease Index (OSDI), System for Patient Evaluation of Eye Dryness (SPEED), Symptom Assessment in Dry Eye (SANDE), dan The Dry Eye Questionnaire.[2,3,10]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik oftalmologi menggunakan slit lamp dapat membantu menemukan tanda klinis pada pasien dry eye syndrome. Pemeriksaan fisik meliputi bagian bulu mata, palpebra dengan melakukan eversi, segmen anterior mata, meniskus air mata, kelenjar Meibom, serta staining kornea dan konjungtiva. Pemeriksa juga perlu mengamati frekuensi berkedip pasien dan apakah penutupan palpebra komplit atau tidak.[4,14]

Tanda klinis yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain injeksi konjungtiva, erosi epitel kornea pungtata, dan berkurangnya meniskus air mata bagian bawah (<0,25 mm).[4]

Pada dry eye syndrome akibat disfungsi kelenjar Meibom, dapat ditemukan penebalan margin palpebra dan telangiektasis. Pada pemeriksaan oftalmologi perlu dilakukan evaluasi palpebra, ada atau tidaknya kelainan seperti entropion, ektropion, atau penutupan palpebra yang tidak adekuat.[13]

Pemeriksaan margin palpebra, bulu mata, dan muara kelenjar Meibom menggunakan slit lamp diperlukan untuk mengevaluasi kelainan yang dapat menyebabkan dry eye syndrome. Obstruksi muara kelenjar Meibom ditandai dengan adanya sekresi padat keruh atau granular saat palpebra ditekan. Disfungsi kelenjar Meibom akibat inflamasi ditandai dengan blefaritis atau meibomitis.[13]

Ditemukannya temporal lid-parallel conjunctival folds (LIPCOF) merupakan indikator dry eye syndrome. LIPCOF timbul akibat gesekan antara palpebra dengan konjungtiva. Pada dry eye syndrome derajat yang lebih berat, dapat ditemukan komplikasi pada kornea berupa ulserasi dan bahkan perforasi kornea. Pemeriksaan visus pada dry eye syndrome akan mengalami penurunan bila terdapat komplikasi pada kornea.[13]

Staining Epitel

Staining epitel dapat dilakukan menggunakan slit lamp dan penetesan pewarna seperti fluoresen, lissamine green, atau rose bengal. Fluoresen mengumpul di daerah epitel yang mengalami erosi, umumnya lebih mewarnai bagian kornea dibandingkan konjungtiva.

Staining menggunakan lissamine green dan rose bengal dapat digunakan untuk mendeteksi dry eye derajat ringan, dan memberikan pewarnaan lebih banyak pada konjungtiva. Baik lissamine green maupun rose bengal dapat mewarnai epitel yang sehat yang tidak tertutupi lapisan musin. Staining menggunakan lissamine green tidak menimbulkan rasa nyeri dan toksisitas pada kornea seperti pada penggunaan rose bengal.[4,5,13]

Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dry eye syndrome adalah konjungtivitis, blefaritis, dan keratitis.

Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat memberikan gejala klinis yang mirip dengan dry eye syndrome. Keluhan utama mata merah, berair, sensasi benda asing dapat juga dikeluhkan oleh pasien dengan konjungtivitis. Konjungtivitis viral dan bakterial adalah penyakit menular, sehingga pada anamnesis mungkin didapatkan riwayat anggota keluar lain atau teman kerja/sekolah yang menderita keluhan yang sama.

Pada konjungtivitis, injeksi konjungtiva biasanya lebih mencolok, dapat disertai pengeluaran sekret mata berlebih hingga menyebabkan kelopak mata sulit dibuka. Edema palpebra juga terkadang dapat terlihat pada pemeriksaan fisik.

Pada konjungtivitis alergi, gejala yang dominan adalah rasa gatal pada mata. Gejala alergi lain dapat muncul seperti hidung berair, manifestasi alergi pada kulit, dan biasanya bersifat musiman, atau ada faktor pemicu spesifik.[14]

Blefaritis

Blefaritis memiliki keluhan pada mata hampir mirip dengan dry eye syndrome, ditambah dengan adanya kerak pada bulu mata dan margin palpebra. Blefaritis umumnya bersifat kronis dengan eksaserbasi intermittent. Blefaritis dapat disertai dengan kelainan lain seperti dermatitis seboroik atau rosacea. Blefaritis dapat terjadi bersamaan dengan dry eye syndrome, dan menjadi salah satu penyakit yang berhubungan dengan dry eye syndrome.

Pemeriksaan mikroskop pada sampel bulu mata dapat menunjukkan manifestasi Demodex. Kultur sampel margin palpebra diperlukan bagi kondisi blefaritis dengan inflamasi yang berat atau yang tidak memberikan respon terhadap terapi.[15]

Keratitis

Keratitis akibat infeksi bakterial atau fungal dapat terjadi bila ada gangguan pada integritas kornea. Faktor risiko keratitis adalah penggunaan lensa kontak, trauma mata, penggunaan tetes mata yang terkontaminasi, serta kondisi dry eye itu sendiri.

Keratitis dapat disertai dengan perubahan pada lapisan kornea yang lebih dalam seperti edema pada stroma, Descemet's fold, dan pembentukan hipopion. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah sekret mata mukopurulen. Pemeriksaan apusan sampel kornea dengan pewarnaan Gram atau KOH dapat mengonfirmasi ada tidaknya mikroorganisme.[16]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mudah dilakukan pada praktik klinis adalah tes Schirmer, tear film break-up time, pemeriksaan matrix metalloproteinase-9 (MMP-9), tes ferning, tes osmolaritas air mata, dan pemeriksaan serum biomarker.[3]

Tes Schirmer

Tes Schirmer berguna untuk mengukur sekresi kelenjar lakrimal. Kertas filter khusus diselipkan pada kantung konjungtiva di sepertiga temporal palpebra inferior. Pasien kemudian diminta menutup mata selama 5 menit. Hasil Schirmer ≤10 mm/5 menit menunjukkan adanya kelainan sekresi.[4,13]

Tes Schirmer I dilakukan untuk mengukur refleks air mata, tanpa menggunakan anestesi topikal. Hasil Schirmer kurang dari 10 mm setelah 5 menit merupakan konfirmasi diagnosis aqueous tear-deficiency (ATD). Tes Schirmer II dilakukan apabila hasil Schirmer I abnormal. Prosedur tes serupa dengan Schirmer I, tetapi dilakukan prosedur iritasi mukosa menggunakan aplikator cotton bud. Jumlah air mata <15 mm setelah 5 menit menandakan sekresi air mata abnormal.[4]

Tear Film Break-up Time

Tear break-up time dilakukan menggunakan pewarnaan fluorescens pada konjungtiva inferior dan kemudian menilai stabilitas lapisan air mata prekorneal. Strip fluorescens dibasahi dengan cairan salin normal steril dan diletakkan dalam konjungtiva tarsal inferior.

Setelah itu, pasien diinstruksikan untuk berkedip beberapa kali. Lakukan penilaian menggunakan slit lamp dengan cobalt-blue filter. Waktu antara kedipan mata dan munculnya diskontinuitas gelap pada lapisan air mata yang diwarnai fluorescens adalah tear break-up time. Break-up time kurang dari 10 detik dianggap abnormal. Break-up time yang cepat ditemukan pada defisiensi aqueous pada air mata dan penyakit pada kelenjar Meibom.[11]

Tes Matrix Metalloproteinase-9

Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) yang meningkat pada tes berkaitan dengan dry eye syndrome. Pada dry eye syndrome, terjadi upregulation MMP-9 untuk pemeliharaan epitel.[4]

Tes Ferning

Tes ferning merupakan salah satu tes yang tidak invasif serta mudah untuk dilakukan. Tes ini dapat digunakan untuk menilai kualitas serta stabilitas lapisan air mata. Sampel air mata diambil dan diletakkan pada kaca objek, kemudian diamati di bawah mikroskop.

Air mata yang normal akan memberikan gambaran kristal berbentuk daun pakis (ferns). Tes ini tidak umum untuk mendiagnosis dry eye syndrome karena keterbatasan penelitian mengenai validitas dan korelasinya dengan gejala dry eye syndrome.[17]

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan penunjang lain seperti osmolaritas air mata, interferometri air mata, dan pemeriksaan autoantibodi Sjogren pada serum dilakukan menggunakan alat bantu pemeriksaan yang berbeda-beda. Peningkatan osmolaritas >308 mOsm/L menandakan adanya dry eye syndrome.

Pemeriksaan interferometri dapat menentukan kualitas dan ketebalan lapisan lemak air mata. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk dry eye evaporatif misalnya yang disebabkan oleh meibomian gland dysfunction (MGD).

Pasien yang memiliki gejala sindrom Sjogren dengan dry eye syndrome memerlukan pemeriksaan biomarker serologis yakni autoantibodi serum. Deteksi SS-A (anti Ro) dan SS-B (anti La) dapat menegakkan diagnosis sindrom Sjogren.[4,18]

Klasifikasi Dry Eye Syndrome

Klasifikasi dry eye syndrome (DES) disusun berdasarkan tanda dan gejala, serta dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat. DES ringan biasanya menunjukkan gejala iritasi, gatal, nyeri mata, ketidaknyamanan pada mata, atau pandangan buram intermittent. Terkadang diagnosis DES ringan sulit ditegakkan, karena gejala yang muncul tidak konsisten.

Pada, DES sedang pasien mengalami peningkatan ketidaknyamanan dan gejala lebih sering muncul. Penglihatan juga mulai terganggu, dan gejala yang timbul lebih konsisten. DES berat ditandai dengan frekuensi terjadinya gejala yang semakin sering, dan sangat mengganggu pasien, bahkan menyebabkan hendaya (disabling).[11]

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

2. Golden MI, Meyer JJ, Patel BC. Dry Eye Syndrome. StatPearls Publishing. 2022 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470411/
3. Song P, Xia W, Wang M, et al. Variations of dry eye disease prevalence by age, sex and geographic characteristics in China: a systematic review and meta-analysis. Journal of Global Health. 2018;8(2):020503.
4. Chiang TTS. Dry Eye Disease (Keratoconjunctivitis Sicca). Medscape. 2022 https://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview#a1
5. Aggarwal S, Galor A. What's new in dry eye disease diagnosis? Current advances and challenges. F1000 Research. 2018;7:1952. https://doi.org/10.12688/f1000research.16468.1.
10. Tsubota K, Pflugfelder SC, Liu Z, et al. Defining Dry Eye from a Clinical Perspective. Int J Mol Sci. 2020 Dec 4;21(23):9271. doi: 10.3390/ijms21239271.
11. Akpek EK, Amescua G, Farid M, et al; American Academy of Ophthalmology Preferred Practice Pattern Cornea and External Disease Panel. Dry Eye Syndrome Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology. 2019 Jan;126(1):P286-P334. doi: 10.1016/j.ophtha.2018.10.023.
12. PERDAMI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Dry Eye. 2019 https://perdami.or.id/wp-content/uploads/2022/03/PNPK-Dry-Eye-Final.pdf
13. 11. Messmer EM. The pathophysiology, diagnosis, and treatment of dry eye disease. Dtsch Arztebl Int. 2015;112:71-82. DOI: 10.3238/arztebl.2015.0071.
14. Ryder EC, Benson S. Conjunctivitis. StatPearls Publishing. 2022 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541034/
15. Eberhardt M, Rammohan G. Blepharitis. StatPearls Publishing. 2022 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459305/
16. Ting DSJ, Ho CS, Deshmukh R, et al. Infectious keratitis: an update on epidemiology, causative microorganisms, risk factors, and antimicrobial resistance. Eye (Lond). 2021 Apr;35(4):1084-1101. doi: 10.1038/s41433-020-01339-3.
17. Masmali AM, Purslow C, Murphy PJ. The tear ferning test: a simple clinical technique to evaluate the ocular tear film. Clinical and Experimental Optometry. 2014;9(7):399-406. https://doi.org/10.1111/cxo.12160
18. Milner MS, Beckman KA, Luchs JI, Allen QB, Awdeh RM, Berdahl J, et al. Dysfunctional tear syndrome: dry eye disease and associated tear film disorders-new strategies for diagnosis and treatment. Current Opinion in Ophthalmology. 2017;28(1):p1-44.

Epidemiologi Dry Eye Syndrome
Penatalaksanaan Dry Eye Syndrome

Artikel Terkait

  • Migraine dan Risiko Dry Eye Syndrome
    Migraine dan Risiko Dry Eye Syndrome
  • Peraturan 20-20-20 untuk Menjaga Kesehatan Mata
    Peraturan 20-20-20 untuk Menjaga Kesehatan Mata
  • Bukti Ilmiah Pemberian Air Mata Buatan untuk Sindrom Mata Kering
    Bukti Ilmiah Pemberian Air Mata Buatan untuk Sindrom Mata Kering
  • Vitamin D untuk Manajemen Dry Eye Syndrome di Masa Pandemi COVID-19
    Vitamin D untuk Manajemen Dry Eye Syndrome di Masa Pandemi COVID-19
  • Varenicline Nasal Spray Sebagai Terapi Dry Eye Syndrome
    Varenicline Nasal Spray Sebagai Terapi Dry Eye Syndrome

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 08 Oktober 2024, 07:33
Pemberian obat tetes mata untuk dry eye syndrome anak
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Izin bertanya TS, sebenarnya cendo lyters itu apakah diperbolehkan diberikan pada anak dibawah 6 tahun? Mohon asupannya TS 🙏
Anonymous
Dibalas 11 Agustus 2023, 08:06
Dry eyes pada anak
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Malam dok,Saya beberapa kali mendapatkan pasien Anak dgn keluhan sering kucek mata sejak 2 hari. Keluhan gatal dan perih tidak dijawab (blm kooperatif)...
dr. Ramadhan Harya Puja Kusuma
Dibalas 31 Maret 2023, 21:27
Mata merah, disertai rasa gatal dan mengganjal di bagian kanan
Oleh: dr. Ramadhan Harya Puja Kusuma
2 Balasan
Alo dokter, izin bertanya, saya menemukan kasus tn x 30th dengan keluhan mata merah, disertai rasa gatal dan mengganjal di bagian kananMata berair tidak...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.