Pedoman Klinis Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR) adalah pertolongan pertama untuk penanganan henti jantung mendadak. Pedoman klinis RJP adalah:
- RJP dilakukan segera (<2 menit) setelah menemukan pasien dengan tanda henti jantung, jangan ditunda khususnya kompresi dada
- RJP merupakan bagian dari basic life support (BLS), yang terdiri dari pengenalan dini terhadap henti jantung, aktivasi sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT), RJP, dan defibrilasi
- RJP terdiri atas 3 komponen, yaitu kompresi dada (circulation), jalan napas (airway), dan pernapasan (breathing) atau disingkat menjadi C-A-B
- Kompresi harus dilakukan dengan baik, yaitu dengan kecepatan 100‒120 kali/menit, kedalaman minimal 5 cm dan maksimal 6 cm, serta pastikan dada recoil
- Jalan napas diamankan dengan manuver head-tilt dan chin-lift, pastikan tidak ada sumbatan, dan lebih baik menggunakan oropharyngeal airway atau selang intubasi
- Tindakan bantu napas tidak dianjurkan secara mulut ke mulut, tetapi dilakukan dengan bag-valve-mask (BVM). Jika di luar fasilitas kesehatan tidak tersedia BVM maka penolong cukup melakukan kompresi dada saja
- Bantuan napas yang baik adalah tidak ada celah antara BVM dengan wajah pasien. BVM diremas dengan satu tangan selama +1 detik dan tidak lebih dari 8‒10 napas/menit, untuk mencegah pasien mengalami hiperventilasi
- Rasio kompresi:ventilasi pada pasien dewasa dengan 1 orang penolong adalah 30:2, sedangkan dengan 2 penolong adalah 15:2
Defibrilasidilakukan segera jika ada indikasi. RJP harus tetap dilakukan sampai saat defibrilasi hendak dilakukan dan langsung dilanjutkan segera setelah defibrilasi
- BLS dan RJP dapat dilatih dan dilakukan oleh masyarakat awam
Advanced cardiac life support (ACLS) merupakan RJP yang menggunakan bantuan obat-obatan, dan dilakukan oleh tenaga medis terlatih
- Pasien dengan sirkulasi spontan setelah henti jantung perlu mendapat perawatan pasca henti jantung yang optimal[1,3,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Fredy